Sebelum ada Stasiun televisi Swasta macam RCTI dan SCTV serta menyusul stasiun yang lainnya, hanya ada satu saluran TV yaitu TVRI milik pemerintah. Di daerah-daerah pedesaan atau terpencil yang sulit mendapatkan chanel gelombang TV sudah pasti jarang orang memiliki TV. Sebagai pilihan lain adalah radio. Cakupan siaran radio yang sangat luas dari pesisir hingga ke pegunungan menjadikan media sangat efektif untuk informasi dan hiburan.
Tahun 70-an hingga awal 80-an-pun masih sedikit orang di pedesaan yang memiliki TV, maka cenderung mengutamakan radio sebagai sarana hiburan. Hiburan yang sangat mengena di kala malam hari adalah kesenian daerah, sandiwara dll. Kami sekeluarga sangat senang dan sering mendengarkan sandiwara radio dari RRI Stasiun Surakarta yang disiarkan setiap hari Kamis -kalau tidak salah - sekitar pukul 22.00. Paling sering dipentaskan adalah karangan Siti Aminah Subanto. Karya-karyanya sangat variatif akan tema cerita dari cerita cinta, kesetiaan, perselingkuhan, perebutan warisan, perebutan kekuasaan, hantu, perang dan lain-lain.
Saya rasa menggambarkan kejadian dengan media radio jauh lebih sulit daripada menggambarkannya lewat siaran televisi. Sebab menggambarkan keadaan dengan media radio haruslah mengetahui dan menguasai emosi pendengar. Keadaan haruslah digambarkan/diceritakan oleh pengantar, bisa jadi tokoh dalam cerita itu sendiri yang menggambarkannya atau oleh narator. Bahasa sastra sangat berperan penting untuk menghubungkan situasi cerita dengan pendengar. Akhirnya pendengar dibawa hanyut ke dalam cerita bahkan dibawa pula dalam emosi peran tokohnya, baik tokoh baik ataupun antagonis. Penggambaran suasana siang diiringi kegiatan yang biasa terjadi di pagi hari, suasana orang sibuk berangkat bekerja, mempersiapkan makanan, kicauan burung, deru mobil dan motor. Di malam hari gambaran diiringi suara jangkrik dan burung malam bahkan bila mungkin hembusan angin malam yang sangat dingin membekukan tulang. Suasana perselingkuhan diiringi nafas yang memburu dan terkesan berbisik, suasana marah diiringin deru bedug atau bunyi yang keras datang dengan tiba-tiba. Suasana gaibnya malam diiringi dengan lolongan anjing dan angin yang mendesau dan masih banyak lagi.
Dalam dunia panggung ketoprak di wilayah Jawa Tengah misalnya untuk menggambarkan suasana, terkadang -bahkan sering- melibatkan dengan tokoh ketiga, misalnya seorang Abdi atau Pengasuh, Pembantu. Peranan orang ketiga ini mengikuti tokoh utama dalam cerita. Contoh lain adalah dunia pewayangan, dimana pengantar cerita dapat dibawakan oleh Abdi, punokawan yaitu bisa Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bahkan Togog dan mBilung. Tokoh wayang Petruk digambarkan setia disamping Tokoh Utama yang benar. Sakratul maut hingga ajalnya tokoh lawan secara langsung digambarkan oleh punokawan kalau tidak dibawakan oleh Dalang di dalam suluk-nya. Namun bahasa suluk ki dalang dirasa sukar dipahami oleh pendengar/penonton, jadilah dipakai narator punokawan itu.
Oke kembali ke radio. Sekitar sepuluh tahun lalu anda pasti pernah menyimak atau cukup mendenar seorang penyiar radio menyiarkan pertandingan olah raga atau - ambil saja contoh satu - sepakbola secara langsung! Saya membayangkannya kok gimana gitu. Bayangan saya dalam tempo 45 menit pertama penyiar menggambarkan perjalanan larinya bola dari berbagai sudut lapangan dan dari berbagai kaki juga tangan pemain. Bahkan tempik sorak, riuh rendah, hingar bingar para penonton ikut pula digambarkan. He.. he... saya kok pingin lihat bibir penyiar pada saat itu!? :) dan apakah sesudahnya menyiarkan, masih sempatkah untuk mengobrol yach atau diam seribu bahasa dan kompres mulut dengan air dinginnnnnnn.
Eh iya neh, apakah sandiwara radio karya Siti Aminah Soebanto ada yang versi rekamannya? Coba sih diputar ulang biar anak-anak kita tahu betapa indahnya karya itu. Halo RRI Surakarta saya tunggu yach. Sukur-sukur bisa di download biar dapat disimak kapan saja!
Tahun 70-an hingga awal 80-an-pun masih sedikit orang di pedesaan yang memiliki TV, maka cenderung mengutamakan radio sebagai sarana hiburan. Hiburan yang sangat mengena di kala malam hari adalah kesenian daerah, sandiwara dll. Kami sekeluarga sangat senang dan sering mendengarkan sandiwara radio dari RRI Stasiun Surakarta yang disiarkan setiap hari Kamis -kalau tidak salah - sekitar pukul 22.00. Paling sering dipentaskan adalah karangan Siti Aminah Subanto. Karya-karyanya sangat variatif akan tema cerita dari cerita cinta, kesetiaan, perselingkuhan, perebutan warisan, perebutan kekuasaan, hantu, perang dan lain-lain.
Saya rasa menggambarkan kejadian dengan media radio jauh lebih sulit daripada menggambarkannya lewat siaran televisi. Sebab menggambarkan keadaan dengan media radio haruslah mengetahui dan menguasai emosi pendengar. Keadaan haruslah digambarkan/diceritakan oleh pengantar, bisa jadi tokoh dalam cerita itu sendiri yang menggambarkannya atau oleh narator. Bahasa sastra sangat berperan penting untuk menghubungkan situasi cerita dengan pendengar. Akhirnya pendengar dibawa hanyut ke dalam cerita bahkan dibawa pula dalam emosi peran tokohnya, baik tokoh baik ataupun antagonis. Penggambaran suasana siang diiringi kegiatan yang biasa terjadi di pagi hari, suasana orang sibuk berangkat bekerja, mempersiapkan makanan, kicauan burung, deru mobil dan motor. Di malam hari gambaran diiringi suara jangkrik dan burung malam bahkan bila mungkin hembusan angin malam yang sangat dingin membekukan tulang. Suasana perselingkuhan diiringi nafas yang memburu dan terkesan berbisik, suasana marah diiringin deru bedug atau bunyi yang keras datang dengan tiba-tiba. Suasana gaibnya malam diiringi dengan lolongan anjing dan angin yang mendesau dan masih banyak lagi.
Dalam dunia panggung ketoprak di wilayah Jawa Tengah misalnya untuk menggambarkan suasana, terkadang -bahkan sering- melibatkan dengan tokoh ketiga, misalnya seorang Abdi atau Pengasuh, Pembantu. Peranan orang ketiga ini mengikuti tokoh utama dalam cerita. Contoh lain adalah dunia pewayangan, dimana pengantar cerita dapat dibawakan oleh Abdi, punokawan yaitu bisa Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bahkan Togog dan mBilung. Tokoh wayang Petruk digambarkan setia disamping Tokoh Utama yang benar. Sakratul maut hingga ajalnya tokoh lawan secara langsung digambarkan oleh punokawan kalau tidak dibawakan oleh Dalang di dalam suluk-nya. Namun bahasa suluk ki dalang dirasa sukar dipahami oleh pendengar/penonton, jadilah dipakai narator punokawan itu.
Oke kembali ke radio. Sekitar sepuluh tahun lalu anda pasti pernah menyimak atau cukup mendenar seorang penyiar radio menyiarkan pertandingan olah raga atau - ambil saja contoh satu - sepakbola secara langsung! Saya membayangkannya kok gimana gitu. Bayangan saya dalam tempo 45 menit pertama penyiar menggambarkan perjalanan larinya bola dari berbagai sudut lapangan dan dari berbagai kaki juga tangan pemain. Bahkan tempik sorak, riuh rendah, hingar bingar para penonton ikut pula digambarkan. He.. he... saya kok pingin lihat bibir penyiar pada saat itu!? :) dan apakah sesudahnya menyiarkan, masih sempatkah untuk mengobrol yach atau diam seribu bahasa dan kompres mulut dengan air dinginnnnnnn.
Eh iya neh, apakah sandiwara radio karya Siti Aminah Soebanto ada yang versi rekamannya? Coba sih diputar ulang biar anak-anak kita tahu betapa indahnya karya itu. Halo RRI Surakarta saya tunggu yach. Sukur-sukur bisa di download biar dapat disimak kapan saja!
Iya saya ingat suatu ketika RRI punya alat perekam suara baru yg dicoba untuk rekam pertandingan sepak bola, sayang lupa tekan tombol record sehingga saat di-play tidak ada suara apa2. Lalu para reporter merekam ulang siaran sepak bola diselingi riuh rendahnya teriakan suoorter. Maka ketika disiarkan banyak dipuji karena rekamannya JERNIH.
BalasHapusMungkin itu adalah awal teknik rekaman. Kalo untuk sandiwara radio basa Jawa saya punya beberapa cerita karya Ani Asmara. Siapa pun bila minat bisa saya kirim tiap hari lewat WhatsApp atau Telegram tiap hari. Hubungi saya di WA 0853 2687 8450 atau TG @stwid